Di tengah menyaksikan pertunjukan stand-up comedy, sang komika bilang:
"Tuhan tuh sebenernya ngejawab doa lu lagi. Dia tuh sebenernya ngabulin doa lu. Tapi, dia ngabulinnya satu-satu. Keinginan lu tercapai, cuma waktunya nggak barengan."
Bener juga.
Pernyataan itu membuat diri ini merefleksikan kejadian-kejadian yang udah lewat.
Pernyataan itu membuat diri ini inget-inget lagi, omongan selewat apa aja ya, yang udah pernah keucap, yang ternyata kejadian saat ini.
Ternyata, banyak.
Yang namanya keinginan, sering kali datengnya barengan. Kayak kebelet pup, maunya dituntasin saat itu juga. Nggak kesampean, rungsing.
Besok belum ada hasil, kesel.
Untuk beberapa keinginan yang kita sadar butuh proses, mungkin ada sedikit kesabaran. Tapi, kalau sampai target yang diharapkan nggak nongol juga, rungsing lagi.
Kebiasaan itu, kadang ngebuat kita mudah banget "ngehakimin" Tuhan, Dia nggak dengerin doa kita. Padahal, kayaknya di sanubari udah lumayan nempel tuh,
Tuhan menjawab doa umat-Nya dengan tiga cara:
- Memberikan langsung
- Menunda
- Menggantinya dengan yang lebih baik
Sekali waktu pernah berkunjung ke sebuah perusahaan e-commerce kebanggaan Indonesia. Dulu. Waktu perusahaan start-up belum begitu menjamur.
Kantornya estetik, kalau kata anak sekarang (pada masa dulu). Nggak kubikel, nggak diem-dieman, ada rumput sintetis, ada bean bag. Belum begitu umum pada masa itu (wow, masa kolonial apa gimana).
Pulang dari sana, milenial tentu saja "pamer" ke Instagram.
"I wish my office could be like this!"
Begitu tulisan di-caption, disertai foto kaki di atas rumput sintetis.
Siapa sangka, 4 tahun kemudian, caption itu kejadian. Bukan di kantor yang sama.
Toh, memang waktu itu hanya minta "office"-nya.
Ingat pernah minta begitu? Nggak.
Senang itu kejadian? Jelas.
Di waktu lain, maju beberapa tahun setelahnya, saat kehidupan kantor rasanya makin sulit.
Saat semua orang di kantor rasanya brengsek. Kita doang sama temen-temen kita yang bener (dih).
Mengeluh tiap hari tentu jadi tambahan job-desc yang dengan ikhlas hati dijalankan.
"Gila nih, bisa gaksih nggak usah kerja tapi dapet duit."
"Sumpah, ya. Kalau lagi laknat semua ni rasanya mau resign aja udah nggak mau kerja, diem-diem aja terima duit dari suami."
"Gimana kalo kita bikin agensi aja, biar nggak usah terikat sama klien2 bloon."
"Nunggu di-layoff ajalah biar dapet pesangon, susah bener lowongan."
Belum lagi ujaran dalam hati tiap pagi:
"Kenapa, sih, harus kerja..."
"Boleh, nggak, sih sakit aja hari ini..."
Siapa yang ngira, beberapa waktu kemudian di-PHK, bisa kerja di rumah aja, bisa ngatur waktu sendiri, bisa "cuti" sesuka hati yang panjang.
Hari ini. Barusan saja.
Melihat kembali tulisan tahun lalu.
Tertawa sendiri saat membaca:
Mungkin sekarang lebih pengin:
Ngobrol atau pergi bareng sama pasangan lebih sering.
Liburan atau pergi sama keluarga lebih sering.
Bisa meluangkan waktu lebih sering untuk berkunjung.
Intinya, ingin quality time lebih sering dengan keluarga terdekat tanpa harus kebanyakan mikirin orang lain.
Siapa yang nggak mau?
Yah, semoga, di tahun ini, ada lebih banyak waktu untuk itu semua.
Satu lagi doa yang dijawab.
Benar memang.
Tuhan mengabulkan doa. Hanya saja tidak pada saat yang bersamaan.
Seperti namanya cicilan, kadang membuat orang jadi nggak berasa.
Begitu juga doa yang jawabnya nyicil.
Kalau dipikir lagi, di usia segini sudah bisa mendapatkan hal yang dulu diminta---sadar ataupun tidak, ditunjukin "begini rasanya" jadi apa yang dulu pernah keucap, bingung juga.
Padahal, lagi-lagi, udah tahu juga: Tuhan menjawab doa dengan cara yang ajaib.
Memang perlu panjang sabar aja nungguin "ajaib"-nya gimana.
Walau kite kaget-kaget juga ni kadang, Tuhan, monmaap.
Semoga kemampuan untuk terus bersyukur itu selalu tinggal...
Semoga kesabaran itu selalu ada...
Semoga rasa percaya itu selalu besar.
Semoga iman itu terus terpelihara...
Sekalipun nggak kelihatan ujungnya..
Sekalipun terlihat betapa tidak mungkinnya semua dilalui...