Jangan Kebanyakan Minta, Kado yang Kamu Mau Mungkin Ada di Depan Mata

Sering nggak waktu kecil kita pengin banget dapat berbagai macam kado? Mau ulang tahun atau nggak, pasti bawaannya seneng kalau dikasih kado. Mungkin, sampai sekarang pun masih demikian. Kita selalu suka dengan kado, ya meskipun waktu kecil suka kecewa juga sih kalau ternyata kadonya nggak sesuai sama keinginan kita.



Makin dewasa, kesukaan kita dikasih hadiah mungkin belum hilang juga. Kita tetap senang dengan segala jenis macam pemberian, apalagi yang sifatnya kejutan. Cewek-cewek drama macam gue gini pasti senang-senang alay kalau ada yang kasih kado tiba-tiba. Ya ... walaupun kadang jadi beban juga sih kalau kadonya kemahalan. HAHAHAHA.

Kadang, dengan dikasih kado, kita merasa bahwa kita diperhatikan oleh orang itu. Suatu tanda bahwa kita diperhatiin, disyang, dan merasa bahwa diri kita berarti bagi si pemberi kado. Suatu bentuk bahwa kehadiran kita bermakna sesuatu bagi si pemberi kado, meskipun mungkin hanya sedikit.

Selama 26 tahun hidup (wah, aku sudah sedekat itu dengan usia 30), sebagai manusia yang juga suka dikasih kado, kado itu membuat gue merasa spesial. Dulu, sering banget mikir, "Mau kado apa, ya?". Tapi, makin ke sini, makin dewasa (mudah-mudahan dewasa, bukan tua doang), kayanya urusan "mau kado apa" udah nggak terlalu penting lagi. Mungkin karena sudah menemukan jati diri dan menyadari bahwa kado hanyalah bersifat kesenangan duniawi. HAHAHA.

Sekarang, tentu masih senang juga kalau ada yang kasih kado, apalagi setiap ulang tahun. Tapi, rasanya akan lebih menyenangkan lagi kalau bisa berkumpul dengan semua orang yang dikasihi.

Selama 26 tahun hidup (padahal bentar lagi 27), akhirnya baru gue benar-benar sadar bahwa ada satu kado yang paling gue syukuri seumur hidup dan nggak akan gue tukar dengan apa pun. Kado yang ternyata telah dipersiapkan, diberikan bahkan sebelum gue lahir di dunia.

Orangtua.

Gue pernah menulis ini di Instagram Story, mengenai betapa beruntungnya gue memiliki orangtua yang sungguh suportif, tidak posesif, dewasa, dan bijaksana. Kebijaksanaan dan kedewasaan adalah anugerah Tuhan yang paling tinggi, gue rasa.

Nggak cuma itu, mereka juga sering mengingatkan untuk berperilaku baik sekalipun terhadap orang yang gue benci. Sering mereka mengingatkan untuk tetap menghormati orang lain, padahal bisa jadi mereka juga sebel sama orang lain itu. Katanya, tetap saja mengasihi dan menghormatinya.

Hal lain lagi. Tak semua orang bisa bersikap dewasa untuk melepas kepergian anaknya yang akan menikah. Beruntung, orangtua gue bisa. Ibu gue jelas terlatih untuk hal ini. Bokap? Awalnya, mungkin sulit (kayanya sih gitu), tapi ada nyokap gue yang selalu mengingatkan.

Lihat, apalagi yang harus gue minta kalau gue memiliki orangtua yang sangat "waras"? Saat yang satu salah jalan, yang lain mengingatkan, bukan membiarkan. Begitu juga sebaliknya, kalau nyokap suka sensi, bokap dengan sifat cueknya ikut mengingatkan sang ibu untuk "chill aja, geng". Lagi-lagi, kurang indah apa punya orangtua begitu modelnya?

Saat sang anak berkelahi dengan anak lain, apa orangtua gue akan membela anaknya dengan memarahi anak orang? Oh, tentu tidak. Jelas, anaknya yang akan pertama kali ditanya. Mereka bisa mengubah anaknya sendiri, tapi urusan anak lain, biar menjadi urusan orangtuanya.

Mereka nggak akan mengintervensi anak orang lain. Sayangnya, apa semua orangtua bisa begitu? Nggak. Syukurlah, orangtua gue nggak akan ikut campur apa yang seharusnya tidak mereka campuri.

Terus, apa orangtua gue nggak ada cacatnya? Banyak. Sama kaya orangtua lain, bawel, nyebelin, kadang suka ngebandingin, ribet (makanya gue ribet), gengsian, dan lain sebagainya. Namanya juga manusia, bukan Malaikat Gabriel.

Mempunyai kedua orangtua gue dalam hidup gue membuat gue semakin menyadari bahwa ada "Sesuatu" di luar sana yang ngejagain gue.

Ke mana aja baru sadar sekarang? Maklum, berbagai cobaan hidup, cerita, kisah yang gue atau orang lain alami membuat gue bisa melihat dengan lebih jelas kado yang sudah Tuhan siapkan buat gue sejak 35 tahun lalu, atau bahkan sebelumnya.

Kadang, kita harus mengalami hal buruk dulu baru tahu bahwa yang selama ini sudah kita miliki sebenarnya lebih dari cukup bukan?

Hal ini tentu nggak berlaku buat orangtua aja. Pasangan, pembantu, teman, sahabat, bahkan orang lewat pun bisa menjadi kado buat kita. Gue yakin, Tuhan menciptakan dan memperlengkapi kita pas dan sesuai porsinya (lagi waras... bisa ngomong gini). Ada seorang teman yang menurutnya, orangtuanya nggak bener pikirannya, tapi si teman memiliki kebijaksanaan dan kedewasaan bagi dirinya dan sekitar. Itu juga kado. Berkat.

Jadi, apa yang mau gue sampaikan di tulisan 800 kata ini?
Ini dia...

Terima kasih karena telah bertemu dan memutuskan untuk bersama 35 tahun lalu.
Terima kasih karena telah menjadi orangtua yang terus berusaha memperbaiki diri selama 35 tahun.
Terima kasih karena telah menunjukkan teladan yang baik selama 35 tahun ini.

Dan, karena kata orang panggilan berumah tangga adalah panggilan Tuhan, maka terima kasih karena telah menjawab panggilan-Nya 35 tahun yang lalu.

Selamat ulang tahun pernikahan yang ke-35. Semoga kebijaksanaan dan kedewasaan yang selama ini ada tak ikut menua seiring semakin menuanya usia pernikahan. Hazek!